16.2.11

Hafsah binti Umar bin Khathab

Beliau adalah Hafsah putri dari Umar bin Khathab, seorang shahabat agung yang melalui perantara beliau-lah Islam memiliki wibawa. Hafshah adalah seorang wanita yang masih muda dan berparas cantik, bertaqwa dan wanita yang disegani.

Pada mulanya beliau dinikahi salah seorang shahabat yang mulia bernama Khunais bin Khudzafah bin Qais As-Sahmi Al-Quraisy yang pernah berhijrah dua kali, ikut dalam perang Badar dan perang Uhud namun setelah itu beliau wafat di negeri hijrah karena sakit yang beliau alami waktu perang Uhud. Beliau meninggalkan seorang janda yang masih muda dan bertaqwa yakni Hafshah yang ketika itu masih berumur 18 tahun.

Umar benar-benar merasakan gelisah dengan adanya keadaan putrinya yang menjanda dalam keadaan masih muda dan beliau masih merasakan kesedihan dengan wafatnya menantunya yang dia adalah seorang muhajir dan mujahid. Beliau mulai merasakan kesedihan setiap kali masuk rumah melihat putrinya dalam keadaan berduka. Setelah berfikir panjang maka Umar berkesimpulan untuk mencarikan suami untuk putrinya sehingga dia dapat bergaul dengannya dan agar kebahagiaan yang telah hilang tatkala dia menjadi seorang istri selama kurang lebih enam bulan dapat kembali.
Akhirnya pilihan Umar jatuh pada Abu Bakar Ash Shidiq radhiallaahu ‘anhu orang yang paling dicintai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam karena Abu Bakar dengan sifat tenggang rasa dan kelembutannya dapat diharapkan membimbing Hafshah yang mewarisi watak bapaknya yakni bersemangat tinggi dan berwatak tegas. Maka segeralah Umar menemui Abu Bakar dan menceritakan perihal Hafshah berserta ujian yang menimpa dirinya yakni berstatus janda. Sedangkan ash-Shiddiq memperhatikan dengan rasa iba dan belas kasihan. Kemudian barulah Umar menawari Abu Bakar agar mau memperistri putrinya. Dalam hatinya dia tidak ragu bahwa Abu Bakar mau menerima seorang yang masih muda dan bertaqwa, putri dari seorang laki-laki yang dijadikan oleh Allah penyebab untuk menguatkan Islam. Namun ternyata Abu Bakar tidak menjawab apa-apa. Maka berpalinglah Umar dengan membawa kekecewaan hatinya yang hampir-hampir dia tidak percaya (dengan sikap Abu Bakar). Kemudian dia melangkahkan kakinya menuju rumah Utsman bin Affan yang mana ketika itu istri beliau yang bernama Ruqqayah binti Rasulullah telah wafat karena sakit yang dideritanya.

Umar menceritakan perihal putrinya kepada Utsman dan menawari agar mau menikahi putrinya, namun beliau menjawab: “Aku belum ingin menikah saat ini”. Semakin bertambahlah kesedihan Umar atas penolakan Utsman tersebut setelah ditolak oleh Abu Bakar. Dan beliau merasa malu untuk bertemu dengan salah seorang dari kedua shahabatnya tersebut padahal mereka berdua adalah kawan karibnya dan teman kepercayaannya yang faham betul tentang kedudukannya. Kemudian beliau menghadap Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan mengadukan keadaan dan sikap Abu Bakar maupun Utsman. Maka tersenyumlah Rasulllah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata:

“ Hafshah akan dinikahi oleh orang yang lebih baik dari Abu Bakar dan Utsman sedangkan Ustman akan menikahi wanita yang lebih baik daripada Hafshah (yaitu putri beliau Ummu Kultsum radhiallaahu ‘anha-red)”

Wajah Umar bin Khathab berseri-seri karena kemuliaan yang agung ini yang mana belum pernah terlintas dalam angan-angannya. Hilanglah segala kesusahan hatinya, maka dengan segera dia menyampaikan kabar gembira tersebut kepada setiap orang yang dicintainya sedangkan Abu Bakar adalah orang yang pertama kali beliau temui. Maka tatkala Abu Bakar melihat Umar dalam keadaan gembira dan suka cita maka beliau mengucapkan selamat kepada Umar dan meminta maaf kepada Umar sambil berkata “janganlah engkau marah kepadaku wahai Umar karena aku telah mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebut-nyebut Hafshah. Hanya saja aku tidak ingin membuka rahasia Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam; seandainya beliau menolak Hafshah maka pastilah aku akan menikahinya. Maka Madinah mendapat barokah dengan indahnya pernikahan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan Hafshah binti Umar pada bulan Sya’ban tahun ketiga Hijriyah. Begitu pula barokah dari pernikahan Utsman bin Affan dengan Ummu Kultsum binti Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Jumadil Akhir tahun ketiga Hijriyah juga.
Begitulah, Hafshah bergabung dengan istri-istri Rasulullah dan Ummahatul mukminin yang suci. Di dalam rumah tangga Nubuwwah ada istri selain beliau yakni Saudah dan Aisyah. Maka tatkala ada kecemburuan beliau mendekati Aisyah karena dia lebih pantas dan lebih layak untuk cemburu. Beliau senantiasa mendekati dan mengalah dengan Aisyah mengikuti pesan bapaknya (Umar) yang berkata: 

“ Betapa kerdilnya engkau bila dibanding dengan Aisyah dan betapa kerdilnya ayahmu ini apabila dibandingkan dengan ayahnya”.
Hafshah dan Aisyah pernah menyusahkan Nabi, maka turunlah ayat :

" Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong untuk menerima kebaikan dan jika kamu berdua bantu membantu menyusahkan Nabi,maka sesungguhnya Allah adalah pelindungnya dan (begitu pula) Jibril” (Q.S. at-Tahrim: 4).

Telah diriwayatkan bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mentalak sekali untuk Hafshah tatkala Hafshah dianggap menyusahkan Nabi namun beliau rujuk kembali dengan perintah yang dibawa oleh Jibril ‘alaihissalam yang mana dia berkata:
“Dia adalah seorang wanita yang rajin shaum, rajin shalat dan dia adalah istrimu di surga”.
Hafshah pernah merasa bersalah karena menyebabkan kesusahan dan penderitaan Nabi dengan menyebarkan rahasianya namun akhirnya menjadi tenang setelah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam memaafkan beliau. Kemudian Hafshah hidup bersama Nabi dengan hubungan yang harmonis sebagai seorang istri bersama suaminya. Manakala Rasul yang mulia menghadap ar-Rafiiq al-A’la dan Khalifah dipegang oleh Abu Bakar ash-Shiddiq, maka Hafshah- lah yang dipercaya diantara Ummahatul Mukminin termasuk Aisyah didalamnya, untuk menjaga mushaf Al-Qur’an yang pertama.
Hafshah radhiallaahu ‘anha mengisi hidupnya sebagai seorang ahli ibadah dan ta’at kepada Allah, rajin shaum dan juga shalat, satu-satunya orang yang dipercaya untuk menjaga keamanan dari undang-undang umat ini, dan kitabnya yang paling utama yang sebagai mukjizat yang kekal, sumber hukum yang lurus dan ‘aqidahnya yang utuh.
Ketika ayah beliau yang ketika itu adalah Amirul mukminin merasakan dekatnya ajal setelah ditikam oleh Abu Lu’lu’ah seorang Majusi pada bulan Dzulhijjah tahun 13 hijriyah, maka Hafshah adalah putri beliau yang mendapat wasiat yang beliau tinggalkan.
Hafshah wafat pada masa Mu’awiyah bin Abu Sufyan radhiallaahu ‘anhu setelah memberikan wasiat kepada saudaranya yang bernama Abdullah dengan wasiat yang diwasiatkan oleh ayahnya radhiallaahu ‘anhu. Semoga Allah meridhai beliau karena beliau telah menjaga al-Qur’an al- Karim, dan beliau adalah wanita yang disebut Jibril sebagai Shawwamah dan Qawwamah (Wanita yang rajin shaum dan shalat) dan bahwa beliau adalah istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam di surga.

14.2.11

Pesan Pendidikan Lukmanul Hakim

“ Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepada anaknya : “Hai anakku, janganlah kamu mensekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar”. (Surat AL - Luqman : Ayat 13)

Bulan Mei bagi bangsa Indonesia diangap sebagai bulan pendidikan. Sebab pada bulan tersebut terdapat satu hari yang diangkat sebagai hari pendidikan nasional. Dalam bulan pendidikan ini ada baiknya kita melakukan introspeksi terhadap perjalanan pendidikan kita, tentu dari kaca mata Islam.

Lebih dari setengah abad bangsa kita merdeka, dan menyelenggarakan pendidikan dalam rangka meraih salah satu tujuan kemerdekaan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi jika kini kita melihat sekilas hasil dari proses pendidikan kita agaknya masih dominan pada aspek kognitif, yaitu mencerdaskan otak. Kita lihat pada berita dari berbagai media, orang-orang pinter dengan titel yang berderet-deret panjang ternyata punya potensi menjadi koruptor. Sementara kaum yang berpendidikan rendah masih berkutat pada khidupan klenik atau mistik. Sedangkan para pelajar dan pemuda tak jarang terlibat tindak kekacauan, semacam tawuran, atau tindak asusila.
Memang itu bukanlah profil lengkap dari pendidikan kita, namun fenomena tersebut cukup banyak kita jumpai. Tak bisa dipungkiri, prestasi-prestasi mengangumkan sesungguhnya juga sudah muncul, tetapi jika dibandingkan dengan negeri tetangga, ternyata kualitas pendidikan kita masih kalah, padahal kita lebih dahulu merdeka. Apanya yang salah?

Jika menelisik lebih dalam kepada kurikulum nasional, memang persoalan nilai dan akhlak tidak menjadi tumpuan utama pendidikan kita. Padahal pendidikan itu sesungguhnya bukan semata-mata transfer pengetahuan, tetapi pendidikan harusnya mentransfer nilai-nilai luhur. Endingnya adalah terbentuknya insane kamil, yaitu manusia yang memiliki jiwa utama.

Dalam khazanah Islam dikenal ada seorang tokoh yang istimewa dalam pendidikan. Memang bukan metode mendidik yang dikemukakan, tetapi wasiat-wasiatnya sangat penting untuk diterapkan dalam dunia pendidikan. Dialah Luqman al-Hakim. Luqmanul Hakim merupakan salah satu suri tauladan diantara para bapak yang sangat memperhatikan pendidikan anak. Baik pendidikan ruhiyah maupun jismiyah, mental maupun badan. Bahkan namanya menjadi salah satu nama surat di dalam al-Qur’an.

Pokok-pokok pikiran pendidikan Luqmanul Hakim tertuang pada pesan beliau kepada anaknya, yang meliputi pesan yang berkenaan antara hubungan hamba dengan Robnya, antara hamba dengan sesama.
Berikut ini adalah pesan-pesan pendidikan Luqman kepada anaknya:
1. Tidak mensekutukan Allah
Pesan ini beliau katakan seperti dalam firman Allah : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepada anaknya : 
“ Hai anakku, janganlah kamu mensekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar”. (Luqman:13).
Tanggung jawab pendidikan terhadap anak didiknya dalam Islam meliputi tanggung jawab untuk menyelamatkan hidupnya kelak di akhirat. Karena itulah pendidikan tauhid menempati kedudukan yang utama. Dengan prinsip tauhid inilah sang anak akan bisa beramal hanya untuk Allah, tanpa dicampuri dengan tujuan yang lain.
Orang yang memiliki jiwa tauhid kuat, ia tidak akan mudah diiming-imingi untuk melakukan penyimpangan hanya edngan sejumlah harta dunia. Dia tahu bahwa Allah lebih kaya dari orang yang ada di dunia ini. Dia tahu melakukan kecurangan akan menimbulkan murka Allah, sehingga ia pun akan berpantang untuk melakukan kecurangan. Apalagi jika kecurangan itu sampai mendhalimi orang lain.

2. Berbuat baik kepada kedua orang tua

Luqmanul Hakim mengajarkan kepada anak untuk berbuat baik kepada orang tua sejak sedini mungkin, karena orang tua adalah yang menyebabkan mereka ada di dunia ini.
Pesan ini Allah abadikan dalam firman-Nya :

“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun”. (
Surat Al - Luqman : Ayat 14).
Tetapi jika kita melihat kehidupan medern sekarang, banyak anak yang tidak mengerti sopan dan santun kepada orang tuanya, bahkan tidak sedikit yang mendurhakainya. Berani kepadanya dan melawan keduanya. Bahkan tidak sedikit anak yang memperbudak orang tuanya.

Mengucapkan terima kasih kepada seseorang yang telah berjasa adalah suatu sikap siopan. Dan sikap ini disepakati oleh seluruh umat manusia di dunia ini. Apalagi kepada orang tua, yang oleh Allah telah dijadikan wasilah lahirnya seorang anak, lalu mengasuhnya, membesarkannya dengan kasih saying. Tetapi jika tidak dididik untuk bias hormat kepada orang tua, anak ini tidak akan bias berbuat baik kepada orang tuanya. Sebab itulah pendidikan harus menekankan kewajiban ini bagi anak. 

3. Menanamkan cinta pada amal shalih pada diri anak.

Menanamkan kebiasaan beramal shalih pada diri anak harus dilakukan sejak dini. Harus ditanamkan bahwa amal baik, sebesar apapun pasti akan dibalas oleh Allah, dan sebaliknya amal keburukan sebesar apapun pasti akan dibalas oleh Allah. Firman Allah;

“ (Luqman berkata ) : “ Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau langit atau dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui”. (
Surat Al - Luqman : Ayat 16).

Ketika anak mengerti bahwa Allah akan membalas semua jerih payahnya, maka ia akan selalu berusaha untuk beramal yang baik. Ia akan senantiasa meningkatkan amalnya dan selalu taat kepada perintah-Nya serta selalu berbakti kepada kedua orang tuanya.

4. Mengenalkan kepada anak untuk menunaikan kewajiban kepada Allah.

“ Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan besabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. ( Surat Al - Luqman : Ayat 17).
 
Kewajiban kepada Allah sangat banyak, ada yang berupa sikap, dan ada yang berupa perbuatan. Sholat, puasa, jihad, amar ma’ruf dan nahi mungkar, sabar, tawakkal dan lain-lain adalah beberapa contoh kewajiban kepada Allah. Luqman hanya menyebutkan beberapa kewajiban sebagaimana difirmankan oleh Allah.
Ketika anak mengerti dan faham akan kewajiban yang harus ia tunaikan, maka dengan sendirinya ia akan melakukan amalan tersebut dengan baik dan dengan lapang hati. 

5. Mengajarkan sikap tawadlu’.

Akhlak adalah penghias diri seseorang. Bahkan Rasulullah diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dengan akhlak inilah seseorang akan dihormati dan dihargai, semerntara ia akan dihina dan dilecehkan kerena kesombongan dan akhlaknya yang tercela. Luqmanul Hakim kepada anaknya memesankan agar ia tidak sombong. Sikap santun, tawadlu’ dan tidak sombong menjadi kunci penting tertanamnya akhlak yang mulis. firman Allah :
“Dan jangalah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesunguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (
Surat Al - Luqman : Ayat18-19).

Di dalam ayat-ayat tersebut, Allah mendahulukan penanaman nilai daripada pengetahuan. Dengan nilai itulah karakter anak akan muncul. Sementara tanpa pengajaran karakter, pengetahuan akan digunakan untuk memenuhi syahwatnya sendiri, tanpa mempedulikan orang lain. Lalu Bagaimanakah kita untuk mendidik anak-anak kita?

Pesan Luqmanul Hakim kepada Anaknya

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepada anaknya : “Hai anakku.. janganlah kamu mempersekutukan ALLAH, sesungguhnya mempersekutukan ALLAH adalah benar-benar kedzaliman yang besar..” (QS. Luqman 13)

Wahai anakku.. Sesungguhnya laut ini dalam, banyak sudah manusia yang tenggelam, maka jadikanlah taqwa sebagai bahteramu, iman sebagai kemudinya, dan tawakkal sebagai layarnya.. Semoga kamu selamat..
Wahai anakku.. jangan cemarkan wajahmu dengan meminta-minta, jangan lampiaskan marahmu dengan keburukan yang mencoreng nama baikmu, dan ketahuilah batas kemampuanmu, niscaya hidupmu bermanfaat..
Wahai anakku.. orang yg merasa dirinya hina dan rendah diri dlm beribadah dan taat kepada Allah, maka dia itu orang yg thawadu.. lebih dekat kepada Allah dan selalu berusaha mengindari maksiat..
Wahai anakku.. seandainya ibu bapakmu marah kepadamu karena kesalahan yang kamu lakukan, maka marahnya ibu bapakmu itu adalah bagaikan pupuk untuk tanaman yang menyuburkan dan membawa kebaikan..
Wahai anakku ketahuilah.. memindahkan batu besar dari tempatnya itu lebih mudah daripada mengajar orang yang tidak mau menerima pelajaran..
Wahai anakku.. apabila engkau dihadapkan pada dua pilihan, antara menziarahi orang mati atau datang ke pesta pekawinan, maka pilihlah untuk menziarahi orang mati, karena ia akan mengingatkanmu pada akhirat, sedangkan datang ke tempat orang kawin hanya mengingatkanmu pada kesenangan duniawi..
Wahai anakku.. janganlah kamu telan saja karena manisnya suatu makanan dan jangan kamu muntahkan karena rasa pahit.. karena manis belum tentu menjadikan sehat dan pahit belum tentu mendatangkan kesengsaraan..
Wahai anakku.. bukan suatu kebaikan namanya bila kamu selalu mencari ilmu tapi kamu tidak pernah mengamalkanya.. karena ia sama seperti orang yang mencari kayu bakar, yang setelah banyak dia tak mampu memikulnya.. padahal dia masih mau menambahnya..
Wahai anakku.. bila kamu mau mencari kawan sejati, maka ujilah lebih dulu dengan pura-pura membuat dia marah. Dan bila pada saat dia marah itu, dia masih berusaha menginsafkanmu.. maka bolehlah engkau ambil dia sebagai kawan.. jika tidak demikian, maka berhati-hatilahlah..
Wahai anakku.. bila kamu berteman, tempatkanlah dirimu sebagai orang yang tidak mengharapkan sesuatu darinya. Biarkanlah dia yang mengharapkan sesuatu darimu..
Wahai anakku.. bergaulah dengan orang yang alim dan berilmu.. perhatikan kata-kata nasehatnya, karena sesungguhnya hati akan menjadi sejuk mendengar nasehatnya dan hiduplah hati ini dengan cahaya hikmah dari mutiara kata-katanya, bagaikan tanah yg subur lalu disirami air hujan..
Wahai anakku.. ambillah harta dunia seperlunya saja.. dan nafkahkan selebihnya untuk bekalan akhiratmu.. jangan engkau tendang dunia ini ke keranjang sampah semuanya, karena engkau nanti akan menjadi pengemis yang membebani orang lain. Sebaliknya.. janganlah engkau peluk dunia ini dan meneguk habis airnya karena sesungguhnya yang engkau makan dan pakai itu hanyalah tanah belaka..
Wahai anakku.. aku mewasiatkan kepadamu tentang delapan perkara.. Jagalah hatimu dalam shalat, jagalah pandanganmu ketika berada di rumah orang, lidahmu dalam majelis, jagalah perutmu dari keserakahan. Juga ingat dua hal dan lupakan dua hal.. Ingatlah Allah dan kematian, serta lupakanlah kebaikanmu pada orang lain dan kesalahan mereka kepadamu..

Subhanallah…

“Ya Allah karuniakanlah kepada kami kemampuan untuk menerima setiap ilmu dan petunjuk dari-Mu, yaa Rabb.. mudahkanlah hati kami mendapatkan hikmah dan hidayah yang datang dari orang-orang shalih sebelum kami.. dan golongkan kami kedaam hamba-hamba yang senantiasa memperbaiki diri..”
Amin ya Rabbal a’lamin