14.1.11

Fitnah(Bahaya) Kaum Wanita atas Kaum Lelaki


Semua perasaan condong padanya, perbuatan harampun terjadi karenanya. Mengundang terjadinya pembunuhan, permusuhan pun disebabkan karenanya. Sekurang-kurangnya ia sebagai insan yang disukai di dunia. Kerusakan mana yang lebih besar daripada ini ? Begitulah Al Imam Al Mubarokfuri –rahimahullah- menjelaskan tentang bentuk bahaya fitnah wanita dalam Al Tuhfah Al Ahwadzi 8/53.
Kaum muslimin rahimakumullah, jauh sebelumnya Allah menyatakan bahwa fitnah yang paling besar adalah wanita, bahkan ia sebagai sumber syahwat. Allah berfirman:

” Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita…” (Q.S. Ali Imran: 14). 

Rasulullah memberikan peringatan dari fitnahnya sebagaimana yang diriwayatkan dalam Sahih Muslim dari sahabat Abu Said Al Khudri, beliau bersabda: “Hati-hatilah terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena sesungguhnya fitnah yang pertama kali menimpa Bani Isroil adalah wanita”
Pada riwayat lain dalam Sahih Muslim dari Sahabat Jabir Rasulullah mengisyaratkan dengan sabdanya: ” Sesungguhnya wanita menghadap dalam bentuk syaitan, dan membelakangi dalam bentuk syaitan.”
Kaum Muslimin rahimakumullah, demikianlah memang agama Allah datang untuk mengatur semua urusan manusia, membimbing para pemeluknya kepada yang membuat maslahat dan menjaga kepada apa yang akan menjerumuskannya kepada kemudharatan, sehingga kita mendapatkan Allah memperingatkan dari ajakan-ajakan syaitan. Allah berfirman: 

“ Wahai bani Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaiman ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Q.S. Al A’raaf: 27 ). 

Para wanita menyerupai syaitan karena ia sebagai penyebab timbulnya fitnah bagi laki-laki seperti pernyataan Rasulullah diatas. Oleh karena itu hendaklah para wanita bertaqwa kepada Allah denga menjaga dirinya dan menjaga kaum lelaki dari fitnah yang ditimbulkan karenanya.
Ketahuilah bahwa Islam telah datang dengan menjelaskan kedudukan para wanita. Diantara yang menunjukkan hal itu adalah :
  1. Persamaan dalam hal penciptaaan dengan laki-laki. Allah berfirnan: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. Ar Ruum: 21 ). 
  2. Persamaan dalam mendapatkan pahala atas amal sholih. Allah berfirman: “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
“ Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki atau permpuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan sebagian yang lain…”…” (Q.S. Ali Imron: 195). Allah juga berfirman: “Barang siapa yang mengerjakan amal sholih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik …”(Q.S. An Nahl: 97). 

  1. Persamaan dalam hal hak mendapatkan warisan , sekalipun hak warisan laki-laki lebih darinya, ini hanyalah hikmah yang terkandung di dalamnya. Berkata Al Imam As Syinqithi dalam Adwa’ul Bayar 1/308 pada firman Allah: “ Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu ,yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua anak perempuan…” (Q.S An Nisa: 11 ). 
  2.  Allah tidak menjelaskan dalam ayat ini hikmah dilebihkannya laki-laki atas perempuan dalam hal warisan, padahal keduanya sama dalam hal kekerabatan. Akan tetapi Allah isyaratkan yang demikian itu di tempat lain, yaitu firmanNya: “ Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta-harta mereka… ” (Q.S. An Nisa: 34 ).
  3. Hak untuk mendapatkan perlakuan dan pergaulan yang baik. Allah berfirman : “Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf pula. Janganlah kamu merujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka…” (Q.S. Al Baqoroh : 231 ). Allah juga berfirman: “…Dan bergaullah dengan mereka secara patut …” (Q.S. An Nisa: 19)  Masih Banyak keterangan-keterangan tentang kedudukan wanita yang bersangkutan dengan hak-haknya dan kewajibannya. Yang ini semua menunjukkan betapa besar perhatian Islam terhadap kaum wanita, bahkan Allah mengkhususkan khitob untuknya dalam beberapa ayat dalam Al Quran.Sesungguhnya ini adalah rahmat Allah untuk mereka, Allah menjaga mereka dengan syariatNya dan mensucikan mereka dari kotoran-kotoran jahiliyah. Dengan demikian maka Allah dan RasulNya memerintahkan kepada kaum wanita untuk menjauhi perkara-perkara yang akan menyebabkan timbulnya fitnah bagi kaum laki-laki
Pertama :
Syariat memerintahkan wanita untuk tinggal dirumahnya. Allah berfirman:
Dan hendaklah kalian tetap dirumah kalian…” (Q.S. Al Ahzab: 33 ).
Sama sekali ini tidak berarti dholim terhadap wanita, atau penjara, ataupun mengurangi kebebasannya. Allah lebih mengetahui kemaslahatan hambaNya. Sesungguhnya dengan tinggalnya para wanita dirumah-rumahnya maka ia dapat mengurusi urusan rumahnya, menunaikan hak-hak suaminya, mendidik anaknya dan memperbanyak melakukan hala-hal baik lainnya.
Adapun keluar rumah maka makahukum asalnya adalah mubah, kecuali jika dalam bermaksiat kepada Allah hukumnya haram. 

Kedua
Syariat melarang mereka bertabaruj, yaitu berhias dihadapan selain mahramnya. Allah berfirman: “…dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu…” (QS Al Ahzab: 33 ). 

Ketiga
Mereka dilarang berbicara dengan suara yang mendayu-dayu yang dapat mengundang fitnah. Allah berfirman :
“…Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit di hatinya , dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Q.S. Al Ahzab: 32 ).
 
Keempat
Mereka dilarang keluar rumah dengan memakai wangi-wangian. Rasulullah bersabda:
“ Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian kemudian lewat di suatu kaum supaya mereka mendapatkan bau harumnya, maka ia telah berzina.” (HR Ahmad dari Sahabat Abu Musa Al Asy’ari).

Bahkan dalam riwayat Muslim dari Sahabat Abu Hurairah Rasulullah bersabda: “Wanita mana saja yang memakai bukhur (sejenis wangi-wangian) tidak diperkenankan untuk sholat Isya di malam hari bersama kami.” Tidak diragukan lagi bahwa sholat berjamaah memiliki keutamaan 27 derajat atas sholat sendirian.
Walau demikian Rasulullah melarang para wanita untuk sholat Isya jika memakai wangi-wangian, menjaga supaya tidak terjadi fitnah. 

Kelima:
Mereka dilarang untuk berdua-duaan dengan lelaki yang bukan mahramnya, demikian pula sebaliknya. Rasulullah bersabda :
“ Tidak boleh seorang laki-laki berkhalwat (menyendiri, berduaan) dengan seorang wanita kecuali dengan mahramnya.” (HR Muttafaq alaihi dari Sahabat Ibnu Abbas).
Maka wajib atas kaum wanita menjaga kehormatannya, dan janganlah membalas nikmat Allah dengan kekufuran, wal iyyaudzubillah. Bagi seorang muslim atau muslimah untuk tidak memiliki pendapat atau kebebasan setelah tetap hukum Allah dan RasulNya. Karena sesungguhnya Islam tidak akan tegak pada diri seseorang kecuali dengan tunduk dan patuh. Allah berfirman :
“ Dan tidak patut bagi laki-laki mukmin dan tidak pula bagi wanita mukminah, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah da RasulNya maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Q.S. Al Ahzab: 36). 

Wal ilmu indallah.
FATWA SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL ‘UTSAIMIN TENTANG PAKAIAN KETAT BAGI WANITA
Beliau berkata :” Terdapat dalam shahih muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda: “ Ada dua golongan dari ahli neraka yang aku belum pernah melihatnya: pertama, suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor-ekor sapi yang dipakai untuk memukul manusia; kedua, wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang lenggak lenggok di kepalanya ada sanggul seperti punduk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan baunya dan sesungguhnya bau surga itu akan didapatkan dari jarak ini dan itu.”
Maka ucapan Rasulullah, telanjang adalah bahwa mereka memakai pakaian tetapi tidak menutupi yang semestinya tertutup, baik iotu karena pendeknya atau tipisnya atau akrena ketatnya, di antaranya adalah yang terbuka bagian dadanya, karena yang demikian itu menyelisihi perintah Allah, dimana Allah berfirman :
“ Dan hendaknya mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya” ( QS An Nur: 31 )
Berkata Al Qurthubi dalam tafsirnya : “Prakteknya adalah hendaknya wanita memakai kain kerudung uantuk menutup daadanya.” 

Di antaranya lagi adalah yang terbelah bagian bawahnya, jika tidak terdapat penutup lagi di dalamnya, jika ada penutupnya tidak mengapa hanya saja jangan sampai menyerupai yang dipakaikan oleh kaum pria.
Kepada para walinya kaum wanita hendaknya melarang mereka dari memakai pakaian yang haram dan keluar rumah dengan bertabarrruj (bersolek/berdandan) dan memakai wangi-wangian karena para walinya adalah orang yang bertanggung jawab atasnya pada hari kiamat, pada hari di mana seseorang tidak dapat membela orang lain walau sedikit pun, dan begitu pula tidak diterima syafaat dan tebusan dari padanya dan tidaklah mereka akan ditolong. 

Semoga Allah memberi taufiq bagi semuanya kepada yang dicintai dan diridhainya.
“Konsep pembela yang universal antara haq dan bathil , hidayah dan kesesatan, petunjuk dan penjerumus, jalan kebahagiaan dan kehancuran adalah menbjadikan apa-apa yang Allah telah utus dengannya para rasul dan diturunkan dengannya Al Kitab sebagai kebenaranyang wajib untuk diikuti, karena dengannya akan mendapatkan Furqon dan hidayah Ilmu dan Iman. 

Adapun yang lainnya dari perkataan manusia diukur diatasnya, apabila sesuai dengannya adalah benar, jika menyelisihinya adalah bathil. Apabila belum diketahui apakah sesuai atau tidak dikarenakan perkataan-perkatan yang global tidak dimengerti maksud pembicaraan atau dimengerti maksudnya tapi tidak tahu apakah Rasul membenarkannya atau tidak maka diam, tidak berkomentar melainkan dengan Ilmu. Sedangkan Ilmu adalah apa-apa yang berdiri diatasnya dalil dan yang bermanfaat adalah apa yagn dibawa oleh Rasulullah” (Ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah). Wallahu a'lam.

Dua Wanita Mukminah


Dua orang wanita mukminah yang namanya terukir dengan indah didalam kitab-Nya yang mulia dimana setiap saat ribuan bahkan jutaan umat islam membaca namanya.Al-Qur’an mengabadikan namanya sebagai contoh dan teladan bagi kaum wanita muslimah yang ingin mengikuti jejaknya dialah Asiyah istri Fir’aun dan Maryam binti Imran.Karena keteguhan imannya, ketaatannya dan kepasrahannya yang mendalam terhadap takdir Rabb-Nya maka surgalah menjadi tempat tinggal mereka berdua yang abadi.

Kita simak kisah mereka berdua dalam ayat berikut ini,

Allah Ta’ala berfirman:

“ Dan, Allah membuat istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman ketika ia berkata,”Ya, Rabbi, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim, dan ingatlah Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan kedalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat-kalimat Rabbnya dan kitab-kitabNya dan dia termasuk orang yang taat” (At_tahrim:11-12)

Firman-Nya: ” Dan Allah membuat istri Fir’aun sebagai perumpamaan bagi orang-orang yang beriman”. Namanya adalah Asiyah binti Muzahim.Dia memiliki firasat yang kuat dan benar, beriman kepada Musa alaihis salam, sehingga dia disiksa Fir’aun. Artinya, Allah telah menjadikan keadaannya sebagai perumpamaan tentang keadaan orang-orang yang beriman sebagai sugesti bagi mereka agar teguh dalam ketaatan, berpegang kepada agama dan sabar jika ditimpa kekerasan, bahwa pasukan kafir tidak akan mampu menimpakan mudharat kepada mereka, seperti keadaan istri Fir’aun, meski dia berada dibawah kekuasaan orang kafir yang paling kafir. Imannya kepada Allah membuatnya berada di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan. Disini terkandung dalil bahwa hubungan kekufuran tidak menimbulkan mudharat terhadap iman.

Firman-Nya, “ Ketika ia berkata,Ya’Rabbi bangunlah untukku sebuah rumah disisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya” artinya, dari perbuatannya yang buruk dan dari kemusyrikannnya serta kejahatan perbuatannya. Menurut Ibnu Abbas, dari perbuatannya artinya dari seluruh perbuatannya.Menurut Salman, istri Fir’aun disiksa dengan matahari. Jika mereka meninggalkannya, maka para malikat melindunginya dengan sayap-sayapnya. Dia juga dapat melihat rumahnya disurga.Perkataannya”Dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim” menurut Al-Kalaby, maksudnya penduduk Mesir. Menurut Muqatil, maksudnya kaum Qibthi. Allah mengeluarkan rumahnya disurga, sehingga dia dapat melihatnya, lalu rohnya dicabut. Menurut Al-Hasan dan Ibnu Kaisan, Allah menyelamatkannya dengan keselamatan yang mulia dan mengangkatnya ke surga sambil makan dan minum.

Disini terkandung dalil bahwa memohon perlindungan kepada Allah dan kembali kepada-Nya, memohon keselamatan ketika mendapat cobaan dan bencana, merupakan kebiasaan orang-orang shalih baik laki-laki maupun wanita, karakter orang-orang yang beriman kepada akhirat, laki-laki dan wanita. Dari Abu Hurairah, bahwa Fir’aun mengikat istrinya dengan empat tali dalam kedaan terlentang, lalu meletakkan batu penggiling diatas dadanya, matanya dihadapkan kearah matahari. Dia menengadahkan kepala ke arah langit seraya berkata:”Ya, Rabbi, bangunlah untukku sebuah rumah disisi-Mu”

Firman-Nya”Dan, ingatlah Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya” Maksud penyebutan Maryam ini, bahwa Allah mengimpunkan baginya kemuliaan dunia dan akhirat, memilihnya diantara para wanita seluruh alam, padahal dia hidup ditengah orang-orang kafir. Dia memelihara dirinya dari kekejian dan jauh dari kaum lelaki. Tak seorang lelakipun pernah menyentuh, menikah, apalagi berzina dengannya. “Dan dia membenarkan kalimat-kalimat Rabb-Nya dan kitab-kitab-Nya dan dia termasuk orang-orang yang taat” artinya, dia membenarkan syariat-syariat Allah yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nya.

Dari Ibnu Abbas, dia berkata Rasulullah shalallau alaihi wassalam bersabda:

“ Sebaik-baik wanita penghuni surga ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran dan Asiyah binti Muzahim, istri Fir’aun” (ditakhrij Ahmad, Ath-Thabrany dan Al-Hakim)

Didalam Ash-Shahihain dan lainnya disebutkan dari hadits Abu Musa Al-Asy’ary bahwa Nabi shalallau alaihi wassalam bersabda:

“ Banyak laki-laki yang sempurna dan tidak ada wanita yang sempurna kecuali Asiyah istri Fir’aun dan Maryam binti Imran..”

Begitu mulianya derajat dan kedudukan kedua wanita tersebut yang dimana semua itu adalah hasil dari ketaatan mereka terhadap syariat Rabb-Nya. Dengan membaca kisah diatas dapat kita petik manfaatnya agar kita berlomba-lomba untuk menuju ketaatan kepada-Nya dan berusaha meraih predikat wanita shalihah, dimana dia adalah sebaik-baik perhiasan dunia dan tidak ada balasan bagi wanita shalihah selain surga-Nya.Ya, Allah masukkanlah kami kedalam orang-orang yang taat dan tunduk terhadap perintah-Mu. Amin.

Janji Bertemu Di Surga


Al-Mubarrid menyebutkan dari Abu Kamil dari Ishaq bin Ibrahim dari Raja' bin Amr An-Nakha'i, ia berkata: "Adalah di Kufah, terdapat pemuda tampan, dia kuat beribadah dan sangat rajin. Suatu saat dia mampir berkunjung ke kampung dari Bani An-Nakha'. Dia melihat seorang wanita cantik dari mereka sehingga dia jatuh cinta dan kasmaran. Dan ternyata, si wanita cantik ini pun begitu juga padanya. Karena sudah jatuh cinta, akhirnya pemuda itu mengutus seseorang melamarnya dari ayahnya. Tetapi si ayah mengabarkan bahwa putrinya telah dijodohkan dengan sepupunya. Walau demikian, cinta keduanya tak bisa padam bahkan semakin berkobar. Si wanita akhirnya mengirim pesan lewat seseorang untuk si pemuda, bunyinya, 'Aku telah tahu betapa besar cintamu kepadaku, dan betapa besar pula aku diuji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan mengunjungimu atau aku akan mempermudah jalan bagimu untuk datang menemuiku di rumahku'. Dijawab oleh pemuda tadi melalui orang suruhannya, 'Aku tidak setuju dengan dua alternatif itu:

'' Sesungguhnya aku merasa takut bila aku berbuat maksiat pada Rabbku akan adzab yang akan menimpaku pada hari yang besar. (Yunus: 15).

Aku takut pada api yang tidak pernah mengecil nyalanya dan tidak pernah padam kobarannya.'

Ketika disampaikan pesan tadi kepada si wanita, dia berkata: "Walau demikian, rupanya dia masih takut kepada Allah? Demi Allah, tak ada seseorang yang lebih berhak untuk bertakwa kepada Allah dari orang lain. Semua hamba sama-sama berhak untuk itu." Kemudian dia meninggalkan urusan dunia dan menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruknya serta mulai beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi, dia masih menyimpan perasaan cinta dan rindu pada sang pemuda. Tubuhnya mulai kurus dan kurus menahan perasaan rindunya, sampai akhirnya dia meninggal dunia karenanya. Dan si pemuda itu seringkali berziarah ke kuburannya, dia menangis dan mendo'akannya. Suatu waktu dia tertidur di atas kuburannya. Dia bermimpi berjumpa dengan kekasihnya dengan penampilan yang sangat baik. Dalam mimpi dia sempat bertanya: "Bagaimana keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?"

Dia menjawab: " Sebaik-baik cinta wahai orang yang bertanya adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat menggiring menuju kebaikan".

Pemuda itu bertanya: " Jika demikian, kemanakah kau menuju?"

Dia jawab: " Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di Surga kekekalan yang dapat kumiliki dan tidak akan pernah rusak."

Pemuda itu berkata: " Aku harap kau selalu ingat padaku di sana, sebab aku di sini juga tidak melupakanmu." Dia jawab: " Demi Allah, aku juga tidak melupakanmu. Dan aku meminta kepada Tuhanku dan Tuhanmu (Allah Subha-nahu wa Ta'ala) agar kita nanti bisa dikumpulkan. Maka, bantulah aku dalam hal ini dengan kesungguhanmu dalam ibadah."

Si Pemuda bertanya: " Kapan aku bisa melihatmu?" Jawab si wanita: " Tak lama lagi kau akan datang melihat kami." Tujuh hari setelah mimpi itu berlalu, si pemuda dipanggil oleh Allah menuju kehadiratNya, meninggal dunia

Duhai Muslimah, Berbekallah!


Saya pernah membaca kisah seorang wanita pengusaha yang memulai usahanya dari nol. Uniknya si ibu muda ini dulunya pernah mengenyam bangku kuliah sebuah universitas swasta terkenal di Jakarta. Semasa kuliah ia aktif dalam salah satu organisasi di kampusnya. Setelah menikah ia tinggalkan semua aktifitas di luar, karena sang suami yang seorang pengusaha menginginkan ia menjadi seorang ibu rumah tangga sejati yang hanya mengurusi rumah tangga dan anak-anaknya.

Kisah usaha ibu muda ini berawal dari kegagalan usaha sang suami yang berujung pada kebangkrutan. Sang suami saat itu mengalami depresi karena kegagalannya tersebut. Melihat kondisi seperti itu, wanita tegar ini langsung berinisiatif untuk menghidupkan kembali salah satu usaha milik suaminya. Saat itu yang masih mereka punyai hanya beberapa unit mesin jahit bekas usaha konveksi suaminya.

Dengan semangat ia mulai mempelajari teknik membuat pola dan menjahit hingga akhirnya ia bisa membuat sebuah blazer yang kemudian ia jajakan contoh jahitannya itu dari satu toko ke toko lain di sebuah pasar di Jakarta.

Awal usahanya ini memang berat, toko-toko yang ia datangi menolak contoh jahitannya itu. Beberapa hari kemudian akhirnya sebuah toko bersedia menjual blazernya. Dan ternyata kegigihannya membuahkan hasil; blazernya laku keras, orderan pun mengalir deras, hingga akhirnya ia bisa mempekerjakan banyak karyawan, memperbesar usahanya dan tentu saja berhasil menyelamatkan biduk rumah tangganya yang hampir karam.

Baru-baru ini ada kisah menarik tentang seorang ibu muda berusia 34 tahun asal Wonocolo Surabaya. Ia adalah seorang pengusaha mikro lulusan sekolah menengah atas. Pada tanggal 18 November yang lalu ia menghadiri sekaligus berbicara di Ruang Konferensi II Markas Besar PBB setelah memenangi lomba Micro Credit Award 2005 yang diselenggarakan oleh Kantor Menko Perekonomian. Ia berada di forum internasional yang dihadiri 250 delegasi negara anggota PBB itu untuk menghadiri pencanangan Tahun Kredit Mikro Internasional 2005.

Penuturan ibu muda berputra tiga orang ini tentang usaha kecilnya mengundang decak kagum siapa pun yang hadir saat itu. Ia tidak hanya telah berhasil mengembangkan usaha membuat pakaian, tas, aksesori, dan barang kerajinan dari kain atau percanya yang diawalnya pada tahun 1998 dengan hanya bermodalkan uang 500 ribu rupiah itu dengan secara profesional tapi juga ia telah berhasil membina dan memberdayakan para pekerjanya yang 80 persen adalah tuna daksa.

Atas hadiah yang diterima, ia mengatakan uang itu akan digunakan membangun paviliun guna menampung para tuna daksa dan remaja putus sekolah yang dilatih di rumahnya, karena selama ini para pekerjanya tidur di setiap celah yang ada di rumahnya.

Seperti kata Ibu Dewi Sartika, salah satu Pahlawan Emansipasi Wanita Indonesia, bahwa wanita harus mempunyai pengetahuan untuk hidup. Perkataannya itu keluar sebagai kesadarannya yang timbul setelah bapaknya yang seorang patih di Bandung meninggal dunia, dan kekayaan keluarganya disita oleh pemerintah Belanda. Saat itu usianya masih belasan tahun, tapi Dewi sartika dan ibunya harus berjuang untuk hidup.

Ya, wanita memang harus mempunyai pengetahuan untuk hidup. Ada kalanya kehidupan datang tidak seperti yang kita inginkan. Seperti kejadian ibu muda di atas yang tiba-tiba harus berjuang menyelamatkan rumah tangganya. Beruntung si ibu ini pernah mengenyam pengalaman berorganisasi sehingga pada dirinya sudah tertanam keterampilan interpersonal yang baik juga semangat untuk berjuang dan belajar. Bagaimana halnya jika hal ini terjadi pada wanita yang selama hidupnya serba lancar-lancar saja, maksudnya belum pernah mengalami terpaan hidup? Bisa jadi ia pun bisa menjadi penyelamat biduk rumah tangganya, tapi bukankah sesuatu yang datangnya tiba-tiba akan memberikan goncangan jiwa yang tidak bisa dianggap enteng?

Banyak para suami, karena terlalu sayang pada istri, tidak mengizinkan para istri untuk bekerja. Hal ini memang bisa dipahami karena suamilah yang bertugas mencukupi kehidupan keluarga. Tapi alangkah baiknya jika para suami pun memberikan keterampilan hidup bagi para istrinya atau memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya sehingga istrinya bisa memiliki peranan tidak hanya dalam rumah tangganya saja tapi juga peranan dalam membina lingkungan masyarakatnya seperti halnya ibu muda pengusaha mikro yang saya ceritakan di atas.

Ada juga wanita yang setelah anak-anaknya tumbuh dewasa, baru bisa membantu finansial keluarga ataupun turut aktif dalam mewujudkan keshalehan sosial di lingkungannya. Selama masa-masa membesarkan anak-anaknya, dia tidak pernah berhenti belajar sehingga ketika saatnya tiba dia bisa berperan lebih.

Memang sulit bagi wanita zaman sekarang untuk berperan ganda. Di zaman yang penuh tantangan ini tidaklah mudah mendidik anak sementara dia juga harus aktif di luar rumah, seperti bekerja ataupun aktif dalam kegiatan masyarakat. Jangan-jangan sukses di luar tapi anak-anaknya mengalami degradasi moral akibat kurangnya perhatian orang tua yang sibuk bekerja. Hal ini dikembalikan kepada istri dan sang suami karena ternyata tidak sedikit keluarga yang istrinya bekerja tapi bisa mengantarkan anak-anaknya menjadi pribadi yang mandiri dan berakhlak baik.

Ada baiknya kita renungkan kembali perkataan Ibu Kita Dewi Sartika juga pengalaman sebagian wanita "petarung", seperti cerita wanita di atas, tentang pentingnya wanita memiliki keterampilan hidup sejak dini, agar di saat yang tepat mereka mampu berperan lebih dan tampil mandiri tanpa harus merepotkan orang-orang di sekitarnya di saat-saat biduk rumah tangganya berada pada kondisi gawat darurat.

Tiga Tipe Perempuan: Yang Mana Tipe Anda?


Islam tentu sangat memperhatikan kaum perempuan, dimana hal tersebut tidak berlaku dalam ajaran-ajaran sebelum kedatangan Islam. Posisi perempuan begitu penting (dipentingkan) sehingga sering terdengar suatu ungkapan bahwa tegaknya suatu negara (kelompok) sangat tergantung dengan perilaku perempuan dalam kelompok tersebut. Mungkin ada yang menganggap ini berlebihan, meski tidak bisa dipungkiri bahwa peran perempuan sangat berdekatan dengan kesuksesan dan juga kegagalan!

Dalam ajaran Islam, laki-laki dan perempuan tidak dibedakan peranannya dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Keduanya memiliki kesempatan yang sama dalam berusaha berbuat yang terbaik bagi diri, keluarga dan masyarakatnya. Jelasnya, Alqur'an tidak membedakan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan. Beberapa ayat menjelaskan hal tersebut:

" Barangsiapa yang melakukan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan ia mukmin, mereka akan masuk surga ..." (QS. 4:124, 40:40)

" Barangsiapa beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia mukmin, kami hidupkan dia dalam kehidupan yang baik ..." (QS. 16:97)

" Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beriman diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan ..." (QS. 3:195)

" Tidaklah boleh bagi mukmin laki-laki dan perempuan merasa keberatan bila Allah telah memutuskan sesuatu perkara ..." (QS. 33:36)

" Orang-orang beriman laki-laki dan perempuan satu sama lain saling melindungi. Mereka sama-sama menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mentaati Allah dan Rasul-Nya. Allah menyayangi mereka ..." (QS. 9:71)

Begitu gamblangnya Al Qur'an memperhatikan makhluk perempuan, selain ayat-ayat diatas yang menunjukkan tidak adanya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam hubungannya dengan pekerjaan, amal dan tindakan, Al Qur'an juga memberikan kepada kita penjelasan tentang beberapa tipologi perempuan, dimana bisa dikatakan, bahwa apa yang pernah terjadi pada masa lalu dan diabadikan dalam Al Qur'an agar menjadi pelajaran bagi kaum mukminin yang perempuan khususnya dan laki-laki pada umumnya. Karena, sekali lagi, masalah yang berhubungan dengan perempuan yang terjadi di muka bumi ini, hampir selalu terkait dengan kaum laki-laki.

Oleh karena itu, menjadi penting untuk memperhatikan beberapa tipe perempuan yang pernah diterangkan Allah dalam Al Qur'an. Dimana Al Qur'an secara khusus membicarakan jenis-jenis perempuan berdasarkan amalnya. Untuk jenis perempuan ideal yang patut diteladani, seringkali Al Qur'an menyebut nama jelas. Namun untuk melukiskan perempuan "buruk" Al Qur'an tidak menyebut nama secara langsung.

Tipe pertama adalah type wanita saleh yang diwakili oleh Maryam. Nama Maryam disebut beberapa kali dalam ayat-Nya selain juga menjadi salah satu nama Surat dalam Al Qur'an. Ia adalah type perempuan saleh yang menjaga kesucian dirinya, mengisi waktunya dengan pengabdian yang tulus kepada Rabb-nya. Karena kesalehahannya itulah ia mendapat kehormatan menjadi ibu dari kekasih Allah, Isa alaihi salam, tokoh terkemuka di dunia dan akhirat (QS. 3:45).

" Dan Maryam putra Imran, yang menjaga kesucian kehormatannya. Kami tiupkan roh Kami dan ia membenarkan kalimah Tuhan-Nya dan kitab-kitab-Nya dan ia termasuk orang yang taat" (QS. 66:16).

Maryam adalah tipe perempuan saleh. Kehormatannya terletak dalam kesucian, bukan dalam kecantikan. Tentu masih banyak deretan nama-nama perempuan saleh baik yang tersebut dalam hadits-hadits Nabi maupun dalam sejarah.

Al Qur'an juga menerangkan tipe-tipe perempuan pejuang untuk menjadi contoh bagi para muslimah. Tipe yang kedua ini dicontohkan dengan sempurna oleh Asiyah binti Mazahim, istri Fir'aun yang hidup dibawah kekuasaan suami yang melambangkan kezaliman. Asiyah dengan teguh memberontak, melawan dan mempertahankan keyakinannya apapun resiko yang diterimanya. Semuanya ia lakukan karena ia memilih rumah di Surga, yang diperoleh dengan perjuangan menegakkan kebenaran, ketimbang istana di dunia, yang dapat dinikmatinya bila ia bekerja sama dengan kezaliman.

" Dan Allah menjadikan teladan bagi orang-orang yang beriman perempuan Fir'aun, ketika ia berdo'a: Tuhanku, bangunkan bagiku rumah di surga. Selamatkan aku dari Fir'aun dan perbuatannya. Selamatkan aku dari kaum yang zalim." (QS. 66:11).

Al Qur'an memuji perempuan yang membangkang kepada suami yang zalim. Pada saat yang sama Al Qur'an juga mengecam perempuan yang menentang suami yang memperjuangkan kebenaran, seperti istri Nabi Nuh alaihi salam dan istri Nabi Luth alihi salam. Dalam kaitannya dengan hal ini, Al Qur'an juga menambahkan satu contoh perempuan yang mendukung kezaliman suaminya (sebagai contoh lawan dari Asiyah) yakni, istri Abu Lahab.

Selain Asiyah, ada pula contoh-contoh perempuan pejuang meski suami-suami mereka bukanlah orang-orang zalim, melainkan para pejuang kebenaran. Khadijah binti Khuwailid, Aisyah binti Abu Bakar, Nusaibah binti Ka'ab, adalah contoh nama-nama yang bersama suami mereka bahu-membahu memperjuangkan agama Allah.

Tipe ketiga yang dijelaskan dalam Al Qur'an adalah tipe perempuan penggoda. Jelas untuk yang satu ini diwakili oleh Zulaikha penggoda Nabi Allah Yusuf alaihi salam. Dalam kisah Zulaikha menggoda Yusuf inilah, Al Qur'an menunjukkan kepandaian perempuan dalam melakukan makar dan tipuan. Manakah tipe anda dari ketiga tipe tersebut? Wallahu a'lam bishshowaab ibu kandung seorang anak.  

Peranan Seorang Istri Sebagai Ibu Rumah Tangga


Adalah untuk  menjadikan  rumah  itu  sebagai  sakan, yakni  "tempat  yang  menenangkan  dan menenteramkan seluruh anggotanya."  Dan  dalam  konteks  inilah  Rasulullah   Saw. menggarisbawahi  sifat-sifat  seorang  istri yang baik yakni yang menyenangkan suami bila  ia  dipandang,  menaati  suami bila  ia  diperintah,  dan  ia  memelihara  diri, harta, dan anak-anaknya, bila suami jauh darinya.

 Sebagai ibu, seorang istri adalah pendidik pertama dan utama bagi  anak-anaknya, khususnya pada masa-masa balita. Memang, keibuan  adalah  rasa  yang  dimiliki  oleh  setiap  wanita, karenanya  wanita  selalu  mendambakan  seorang  anak  untuk menyalurkan rasa keibuan tersebut. Mengabaikan potensi  ini, berarti  mengabaikan jati diri wanita. Pakar-pakar ilmu jiwa menekankan bahwa  anak  pada  periode  pertama  kelahirannya sangat  membutuhkan kehadiran ibu-bapaknya. Anak yang merasa kehilangan perhatian  (misalnya  dengan  kelahiran  adiknya) atau rnerasa diperlakukan tidak wajar, dengan dalih apa pun, dapat mengalami ketimpangan kepribadian.

Rasulullah Saw. pernah menegur seorang  ibu  yang  merenggut anaknya  secara  kasar dari pangkuan Rasulullah, karena sang anak pipis, sehingga  membasahi  pakaian  Rasul.  Rasulullah bersabda, "Jangan  engkau  menghentikan  pipisnya. (Pakaian) ini dapat dibersihkan   dengan   air   tetapi   apakah   yang    dapat menghilangkan   kekeruhan   dalam   jiwa  anak  ini  (akibat perlakuan kasar itu)?

Para ilmuwan juga berpendapat bahwa, sebagian besar kompleks kejiwaan yang dialami oleh orang dewasa adalah akibat dampak negatif dari perlakuan yang dialaminya waktu kecil.

Oleh karena  itu,  dalam  rumah  tangga  dibutuhkan  seorang penanggung jawab utama terhadap perkembangan jiwa dan mental anak, khususnya saat usia dini (balita). Disini  pula  agama menoleh  kepada  ibu,  yang memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki sang ayah, bahkan tidak dimiliki oleh wanita-wanita selain

Peranan Istri Dalam Rumah Tangga


Berbicara mengenai hal ini, ayat Ar-rijalu  qawammuna  'alan nisa'  biasanya dijadikan sebagai salah satu rujukan, karena ayat  tersebut  berbicara  tentang  pembagian  kerja  antara suami-istri.  Memahami pesan ayat ini, mengundang kita untuk menggarisbawahi  terlebih  dahulu  dua  butir  prinsip  yang melandasi hak dan kewajiban suami-istri:
  1. Terdapat perbedaan antara pria dan wanita, bukan hanya    pada bentuk fisik mereka, tetapi juga dalam bidang psikis.    Bahkan menurut Dr. Alexis Carrel salah seorang dokter yang    pernah meraih dua kali hadiah Nobel -perbedaan tersebut berkaitan juga dengan kelenjar dan darah masing-masing  kelamin.   Pembagian harta, hak, dan kewajiban yang ditetapkan agama terhadap kedua jenis manusia itu didasarkan oleh    perbedaan-perbedaan itu.
  1. Pola pembagian kerja yang ditetapkan agama tidak  menjadikan salah satu pihak bebas dan tuntutan – minimal dari segi moral - untuk membantu pasangannya.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 228 dinyatakan, "Bagi lelaki (suami)  terhadap  mereka  (wanita/istri)  satu derajat (lebih tinggi)." Derajat  lebih  tinggi  yang  dimaksud  dalam  ayat  di atas dijelaskan oleh surat  An-Nisa'  ayat  34,  yang  menyatakan bahwa  "lelaki  (suami)  adalah  pemimpin terhadap perempuan (istri)."

 Kepemimpinan untuk setiap unit merupakan  hal  yang  mutlak, lebih-lebih  bagi  setiap  keluarga,  karena  mereka  selalu bersama,  serta  merasa  memiliki  pasangan  dan   keluarga, Persoalan  yang dihadapi suami-istri, muncul dari sikap jiwa manusia  yang  tercermin  dari  keceriaan  atau  cemberutnya wajah.  Sehingga  persesuaian  dan perselisihan dapat muncul seketika, tetapi boleh juga sirna seketika dan  dimana  pun. Kondisi seperti ini membutuhkan adanya seorang pemimpin yang melebihi kebutuhan suatu perusahaan  yang  sekadar  bergelut dengan  angka,  dan  bukannya  dengan perasaaan serta diikat oleh perjanjian yang bisa diselesaikan melalui pengadilan.


Hak kepemimpinan menurut Al-Quran seperti yang dikutip  dari ayat  di  atas, dibebankan  kepada  suami.  Pembebanan  itu disebabkan oleh dua hal, yaitu:
a.       Adanya sifat-sifat fisik dan psikis pada suami yang lebih  dapat menunjang suksesnya kepemimpinan rumah tangga jika dibandingkan dengan istri.

b.       Adanya kewajiban memberi nafkah kepada istri dan anggota keluarganya.
Ibnu Hazm - seorang ahli hukum  Islam  -  berpendapat  bahwa wanita pada dasarnya tidak berkewajiban melayani suami dalam hal menyediakan makanan, menjahit,  dan  sebagainya.  Justru sang suamilah yang berkewajiban menyiapkan pakaian jadi, dan makanan yang siap dimakan untuk istri dan anak-anaknya. Walaupun diakui dalam kenyataan  terdapat  istri-istri  yang memiliki  kemampuan  berpikir  dan materi melebihi kemampuan suami, tetapi semua itu merupakan  kasus  yang  tidak  dapat dijadikan  dasar untuk menetapkan suatu kaidah yang bersifat umum

Sekali lagi perlu digarisbawahi bahwa  pembagian  kerja  ini tidak membebaskan masing-masing pasangan - paling tidak dari segi kewajiban moral - untuk membantu pasangannya dalam  hal yang berkaitan dengan kewajiban masing-masing. Dalam hal ini
Abu Tsaur, seorang  pakar  hukum  Islam,  berpendapat  bahwa seorang  istri hendaknya membantu suaminya dalam segala hal.
Salah satu alasan yang  dikemukakannya  adalah  bahwa  Asma, putri  Khalifah Abu Bakar, menjelaskan bahwasanya ia dibantu oleh suaminya dalam mengurus rumah tangga, tetapi Asma, juga membantu   suaminya   antara   lain  dalam  memelihara  kuda

suaminya, menyabit  rumput,  menanam  benih  di  kebun,  dan sebagainya.

Tentu  saja  di  balik  kewajiban suami tersebut, suami juga mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi oleh  istrinya.  Suami wajib  ditaati selama tidak bertentangan dengan ajaran agama dan hak pribadi sang  istri.  Sedemikian  penting  kewajiban ini, sampai-sampai Rasulullah Saw. bersabda, "Seandainya aku memerintahkan  seseorang  untuk  sujud   kepada   seseorang, niscaya  akan  kuperintahkan  para  istri untuk sujud kepada

suaminya." Bahkan Islam juga melarang seorang istri berpuasa sunnah  tanpa  seizin  suaminya.  Hal  ini disebabkan karena seorang  suami   mempunyai   hak   untuk   memenuhi   naluri seksualnya.

Dapat  ditambahkan  bahwa  Rasulullah  Saw. menegaskan bahwa seorang istri memimpin rumah tangga  dan  bertanggung  Jawab atas keuangan suaminya. Pertanggungjawaban tersebut terlihat dalam tugas-tugas yang  harus  dipenuhi,  serta  peran  yang diembannya  saat  memelihara  rumah  tangga,  baik dari segi kebersihan, keserasian tata ruang, pengaturan menu  makanan, maupun  pada  keseimbangan  anggaran.  Bahkan pun istri ikut bertanggung  jawab bersama  suami  -  untuk  menciptakan ketenangan  bagi  seluruh  anggota keluarga, misalnya, untuk tidak menerima tamu pria atau wanita  yang  tidak  disenangi oleh  sang  suami.  Pada  tugas-tugas  rumah  tangga  inilah Rasulullah Saw. membenarkan seorang istri  melayani  bersama suaminya tamu pria yang mengunjungi rumahnya.

Pada  konteks  inilah  perintah Al-Quran harus dipahami agar para istri berada di rumah.
Firman Allah waqarna fi buyutikunna  (Dan  tetaplah  tinggal berdiam  di  rumah  kalian)  dalam  surat  Al-Ahzab ayat 33, menurut kalimatnya ditujukan untuk istri-istri Nabi  kendati dapat  dipahami  sebagai  acuan  kepada  semua wanita. Namun tidak berarti bahwa wanita  harus  terus-menerus  berada  di rumah    dan    tidak    diperkenalkan   keluar,   melainkan mengisyaratkan bahwa tugas pokok  yang  harus  diemban  oleh seorang istri adalah memelihara rumah tangganya.

13.1.11

Hak Dan Kewajiban Belajar Wanita


Amat banyak ayat Al-Quran dan hadis Nabi Saw. yang berbicara tentang kewajiban belajar, baik kewajiban tersebut ditjukan kepada lelaki maupun perempuan, di antaranya,

" Menuntut  ilmu  adalah   kewajiban   setiap   Muslim   (dan Muslimah)" (HR Al-Thabarani melalui Ibnu Mas'ud).

Para  perempuan di zaman Nabi Saw. menyadari benar kewajiban ini,  sehingga  mereka  memohon  kepada  Nabi  agar   beliau bersedia  menyisihkan waktu tertentu dan khusus untuk mereka agar dapat menuntut ilmu pengetahuan. Permohonan  ini  tentu saja dikabulkan oleh Nabi Muhammad Saw.

 Al-Quran  memberikan pujian kepada ulul albab, yang berzikir dan memikirkan kejadian langit dan bumi. Zikir dan pemikiran menyangkut  hal  tersebut  mengantarkan  manusia  mengetahui rahasia-rahasia alam raya. Mereka yang  dinamai  ulul  albab tidak  terbatas  pada  kaum lelaki saja, melainkan juga kaum perempuan. Hal ini terbukti dari lanjutan ayat di atas, yang menguraikan   tentang   sifat-sifat   ulul  albab,  Al-Quran menegaskan bahwa:
" Maka Tuhan  mereka  mengabulkan  permohonan  mereka  dengan berfirman,  "Sesunggahnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik lelaki  maupun perempuan." (QS Ali 'Imran [3]: 195)

Ini   berarti   bahwa   kaum   perempuan   dapat   berpikir, mempelajari, dan kemudian mengamalkan apa yang mereka hayati  setelah  berzikir kepada Allah serta apa yang mereka ketahui dari alam raya ini.

Pengetahuan tentang  alam  raya  tentunya  berkaitan  dengan berbagai   disiplin  ilmu,  sehingga  dari  ayat  ini  dapat  dipahami bahwa perempuan bebas untuk mempelajari  apa  saja, sesuai  dengan  keinginan  dan  kecenderungan masing-masing. Sejarah membuktikan bahwa banyak wanita yang sangat menonjol pengetahuannya   dalam  berbagai  bidang  ilmu  pengetahuan, sehingga menjadi rujukan sekian banyak tokoh lelaki.

 Istri Nabi, Aisyah r.a., adalah salah seorang yang mempunyai pengetahuan  sangat  dalam  serta  termasyhur  pula  sebagai seorang kritikus, sampai-sampai ada ungkapan  terkenal  yang dinisbahkan  oleh  sementara  ulama  sebagai pernyataan Nabi Muhammad Saw.: Ambillah setengah pengetahuan agama kalian dari  Al-Humaira,  (yakni Aisyah).

Demikian  juga  As-Sayyidah  Sakinah putri Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kemudian, Al-Syaikhah Syuhrah yang  bergelar "Fakhr Al-Nisa', (Kebanggaan Perempuan) adalah salah seorang guru Imam Syafi'i, tokoh mazhab yang  pandangan-pandangannya menjadi anutan banyak umat Islam di seluruh dunia. Dan masih banyak lagi yang lainnya.

 Beberapa wanita lain mempunyai kedudukan ilmiah yang  sangat terhormat, misalnya Al-Khansa' dan Rabi'ah Al-Adawiyah. Rasulullah  Saw.  tidak  membatasi  kewajiban  belajar hanya kepada perempuan-perempuan  merdeka  (yang  memiliki  status sosial  tinggi),  tetapi  juga  para budak belian dan mereka yang bersatus sosial rendah.  Karena  itu  sejarah  mencatat sekian  banyak  perempuan yang tadinya budak belian kemudian
mencapai tingkat pendidikan yang sangat tinggi.

Al-Muqari dalam bukunya Nafhu Ath-Thib, sebagaimana  dikutip oleh   Dr.   Abdul   Wahid  Wafi,  memberitakan  bahwa  Ibnu Al-Mutharraf, seorang  pakar  bahasa  pada  masanya,  pernah mengajarkan   seorang   perempuan   liku-liku  bahasa  Arab. Sehingga sang wanita pada akhirnya memiliki  kemampuan  yang melebihi  gurunya  sendiri,  khususnya  dalam  bidang puisi, sampai  ia  dikenal   dengan   nama   Al-'Arudhiyat   karena keahliannya dalam bidang ini.

Harus  diakui  hahwa  pembidangan  ilmu pada masa awal Islam belum sebanyak dan seluas sekarang ini.  Namun  Islam  tidak membedakan  satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu lainnya, sehingga seandainya mereka  yang  disebut  namanya  di  atas hidup  pada masa kini, tidak mustahil mereka akan tekun pula mempelajari disiplin-disiplin ilmu  yang  berkembang  dewasa ini.

 Dalam hal ini Syaikh Muhammad Abduh menulis: 
Kalaulah  kewajiban perempuan mempelajari hukum-hukum akidah kelihatannya amat terbatas,  sesungguhnya  kewajiban  mereka untuk   mempelajari  hal-hal  yang  berkaitan  dengan  rumah tangga,  pendidikan   anak,   dan   sebagainya,   merupakan persoalan-persoalan  duniawi (dan yang berbeda sesuai dengan perbedaan waktu, tempat,  dan  kondisi)  jauh  lebih  banyak daripada soal-soal akidah atau keagamaan.

Demikianlah  sekilas  menyangkut hak dan kewajiban perempuan dalam bidang  pendidikan.  Kalau  demikian  halnya,  mengapa timbul pandangan yang membatasi wanita untuk belajar? Sekali lagi,  salah  satu  penyebabnya  adalah  ayat   waqarna   fi buyutikunna yang dikemukakan di atas.


















Aurat Wanita


Katakanlah kepada wanita yang beriman:

" Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (24: 31) .
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:
" Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha Penyayang. (33:59)

Diriwayatkan daripada Umar bin al-Khattab r.a katanya:
“ Aku memenuhi kehendak tuhanku di dalam tiga perkara: Iaitu di Maqam Ibrahim, mengenai Hijab dan di dalam tawanan perang Badar Apabila anak wanita telah melihat (darah haidnya), maka dia tidak boleh tampak tubuhnya kecuali mukanya dan kecuali selain ini. Seraya Rasulullah Saw menggenggam hastanya beliau meninggalkan genggaman dan tapak tangan sepanjang genggaman yang lain (HR Thabarani)

" Hai Asma, sesungguhnya anak wanita itu kalau sudah sampai datang bulan, tidak pantas terlihat tubuhnya, kecuali ini dan ini. Berliau berkata demikian sambil menunjuk kepada muka dan telapak tangannya." (HR. Abu Daud).

Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu:
  1. Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi (cemeti)
  2. Perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, cenderung kepada prbuatan maksiat dan mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat, … (HR Muslim)
Rasulullah bersabda: "Aku menengok ke dalam syurga maka kulihat penghuninya adalah orang-orang miskin. Aku menengok ke dalam neraka, maka kulihat kebanyakan penghuninya adalah kamu wanita.

Wanita Sebagai Anak



Bangsa Arab di masa jahiliyah pesimis dengan kelahiran anak-anak wanita dan mereka merasa hina, sehingga ada salah seorang bapak yang berkata ketika dikaruniai anak wanita, " Demi Allah, ia bukan sebaik-baik anak, pertolongannya adalah hanya membuat tangis dan berbuat baiknya adalah pencurian."

Ia bermaksud bahwa anak wanita tidak bisa menolong ayahnya dan keluarganya kecuali dengan jeritan dan tangis belaka, tidak dengan peperangan dan senjata, dan tidak bisa berbuat baik kepada keluarganya kecuali mengambil harta suaminya untuk keluarganya.

Tradisi yang mereka wariskan memperbolehkan bagi seorang ayah untuk mengubur hidup-hidup anak puterinya, karena takut miskin atau menganggapnya sebagai aib besar di mata kaumnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Al Qur'an yang mengingkari perbuatan buruk itu:
" Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh." (At-Takwir: 8-9)

Al Qur'an juga menggambarkan sikap para bapak ketika menyambut kelahiran anak-anak wanitanya:

"Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitam (merah padamlah) mukannya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburnya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alanglah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (An-Nahl: 58-59)

Sebagian syari'at lama memberikan wewenang kepada seorang bapak untuk menjual anak perempuannya apabila ia berkeinginan. Seperti aturan "Hamurabi" yang memperbolehkan seorang ayah untuk menyerahkan anak perempuannya kepada orang lain untuk membunuhnya atau memilikinya, maka seorang ayah itu telah membunuh puteri orang lain.

Islam datang dengan menganggap anak wanita seperti anak laki-laki yaitu merupakan pemberian dan karunia Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya, Allah berfirman:

" Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa saja yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa." (Asy Syura: 49-50)

Al Qur'an juga menjelaskan di dalam kisah-kisahnya bahwa sesungguhnya sebagian anak-anak perempuan itu lebih besar pengaruhuya dan lebih kekal kenangannya daripada kebanyakan anak laki-laki. Seperti dalam kisah Maryam puteri Imran yang telah dipilih oleh Allah SWT dan disucikan melebihi para wanita di seluruh alam semesta padahal ketika sang ibu mengandungnya, ia menginginkan agar anaknya lahir laki-laki sehingga bisa berkhidmah di Baitil Maqdis dan agar termasuk orang-orang shalih. Allah SWT berfirman:

" (Ingatlah), ketika isteri Imran berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shalih dan berkhidmad (di Baitil Maqdis). Karena itu terimalah (nadzar) itu dariku. Sesungguhnya Engkau Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Maka tatkala isteri Imran melahirkan anaknya, dia pun berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnnya aku melahirkan seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannnya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannnya kepada (pemeliharaan) Engkau dari syetan yang terkutuk . Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nadzar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik ..." (Ali 'Imran: 35-37)

Al Qur'an mengecam dengan keras terhadap orang-orang yang berkeras hati dan membunuh anak-anak mereka, baik anak laki-laki atau perempuan, Allah SWT berfirman:

" Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui" (Al An'am: 140)

" Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar." (Al Isra': 31)

Rasulullah SAW telah menjadikan surga sebagai balasan untuk setiap bapak yang baik dalam memperlakukan anak wanitanya dan bersabar untuk mendidik mereka dan baik dalam mendidiknya. Memelihara hak Allah atas mereka, hingga mereka dewasa atau mati karena membela mereka. Nabi SAW juga menjadikan kedudukan orang itu di sisinya SAW di surga yang penuh kenikmatan dan kekal abadi.

Imam Muslim meriwayatkan dari Anas RA, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, " Barangsiapa yang merawat dua anak gadis hingga aqil baligh maka ia datang pada hari kiamat, sedangkan saya dan dia seperti ini." Kemudian Nabi merapatkan telunjuknya (artinya, saling berdekatan)."

Ibnu Abbas RA meriwayatkan dari Nabi SAW beliau bersabda: 

" Tidaklah seorang Muslim yang mempunyai dua anak puteri, kemudian berbuat baik kepada keduanya kecuali keduannya akan memasukkannya ke dalam surga." (HR. Ibnu Majah)

Sebagian hadits menjelaskan bahwa pembalasan masuk surga itu diperuntukkan bagi seseorang (saudara laki-laki) yang memelihara saudara-saudara perempuannya atau dua saudara perempuannya juga.

Sebagian riwayat yang lain menjelaskan bahwa pembalasan llahi ini diperuntukkan juga bagi orang yang berbuat baik kepada anak wanitanya walaupun hanya satu.

Di dalam haditsnya Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa yang mempunyai tiga anak wanita, kemudian bersabar atas tinggal mereka, kesusahan mereka dan kesenangan mereka, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga dengan rahmat-Nya kepada mereka," ada seseorang yang bertanya, "Bagaimana jika dua anak wahai Rasulullah?" Nabi SAW bersabda, "(ia) dua anak wanita juga," orang itu bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, bagaimana jika satu anak wanita?" Nabi menjawab, "Satu juga" (HR. Hakim)

Ibnu Abbas meriwayatkan hadits marfu':

" Barangsiapa yang mempunyai anak wanita, kemudian tidak ditanam hidup-hidup, tidak dihina dan tidak berpengaruh (mengutamakan) anak laki-laki atas anak wanita maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga." (HR. Abu Dawud dan Hakim)

Di dalam hadits Aisyah RA yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:

" Barangsiapa yang diuji dengan dikaruniai anak-anak wanita, kemudian ia berbuat baik kepada mereka, maka mereka itu akan menjadi penangkal dan api neraka."

Dengan keterangan nash-nash yang sharih ini dan khabar gembira yang terus diulang-ulang dengan meyakinkan ini, maka kelahiran anak wanita bukanlah beban yang mesti ditakuti (dikhawatirkan). Bukan pula merupakan kenistaan yang dihindari, akan tetapi merupakan kenikmatan yang harus disyukuri dan rahmat yang diharapkan dan dicari. Karena dia merupakan karunia Allah SWT dan pahala-Nya yang besar.

Dengan demikian maka Islam telah meniadakan tradisi mengubur anak wanita secara hidup-hidup untuk selamanya. Seorang anak perempuan di hati ayahnya telah memiliki posisi yang terhormat sebagaimana diungkapkan oleh Rasulullah SAW terhadap puterinya Fathimah RA, "Fathimah adalah bagian dari diriku, meragukan aku apa-apa yang meragukannya."

Adapun kekuasaan ayah terhadap anak wanitanya maka tidak boleh melampaui batas dari kerangka pendidikan, pemeliharaan, pelurusan nilai-nilai agama dan moralitas anak. Sehingga di sini anak wanita itu diperlakukan seperti anak laki-laki, di mana orang tua memerintahkan kepada anak wanitanya itu untuk melakukan shalat apabila telah mencapai usia tujuh tahun, dan memukulnya karena meninggalkan shalat apabila telah berumur sepuluh tahun. Orang tua juga memisahkan tempat tidur anak wanitanya itu dari saudara laki-lakinya dan menekankan untuk berperilaku Islami, baik dalam berpakaian, berhias, ketika keluar rumah dan pada waktu berbicara.

Pemberian nafkah orang tua kepada anak wanitanya itu hukumnya wajib hingga ia menikah. Sejak itu orang tua tidak lagi punya wevvenang untuk menjualnya atau menyerahkannya kepada orang lain untuk dimiliki dalam keadaan apa pun. Islam telah meniadakan jualbeli orang yang merdeka baik laki-laki maupun wanita dalam keadaan apa pun.

Kalaupun seandainya masih ada orang yang menjual atau menyerahkan anak wanitanya untuk dimiliki sehingga menjadi budak di tangan orang lain, maka anak itu hakikatnya tetap merdeka. Dia hanya sekedar dapat dimiliki, itu pun harus melalui pengesahan sesuai ketentuan Islam.

Apabila seorang anak wanita itu memiliki harta secara khusus, maka tidak ada hak bagi ayahnya kecuali mempergunakan harta itu dengan baik. Dan tidak boleh bagi seorang ayah untuk menikahkan anak wanitanya dengan orang lain, supaya orang tersebut ganti menikahkan anak wanitanya dengan dia, inilah yang dinamakan nikah "Shighar," yaitu pernikahan tanpa mas kawin yang merupakan hak anak wanitanya, dan bukan hak ayahnya.

Tidak boleh bagi seorang ayah menikahkan anak wanitanya yang sudah baligh dengan orang yang tidak disukai oleh anak tersebut. Tetapi ia harus meminta pendapat dari anaknya apakah mau menerima atau tidak. Apabila anak wanitanya itu seorang janda maka harus memperoleh persetujuannya dengan jelas, dan apabila dia seorang gadis yang pada umumnya adalah pemalu maka cukup dengan diamnya. Karena diamnya seorang gadis itu adalah tanda menerima. Akan tetapi jika ia berkata, "tidak" maka tidak ada kekuasaan baginya untuk memaksa anaknya agar menikah dengan orang yang tidak disukai.

Dari Abi Hurairah RA (di dalam hadits marfu') Rasullah SAW bersabda :
" Wanita janda itu tidak boleh dinikahkan sehingga dimintai pendapat dan wanita gadis itu tidak boleh dinikahkan sehingga dimintai izin.," shahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana cara meminta izin? Nabi bersabda, "Jika ia diam." (HR. Al Jama'ah)

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Rasulullah bersabda, wanita gadis itu dimintai izin," aku berkata, "Sesungguhnya wanita gadis itu hisa dimintai izin tetapi ia pemalu. Nabi menjawab, "Izinnya adalah diamnya." Oleh karena itu ulama' mengatakan." Sebaiknya wanita gadis itu diberi tahu bahwa diamnya itu berarti izinnya."

Dari Khansa binti Khaddam Al Anshariyah,
"Sesungguhnya ayahnya menikahkan dia, sedangkan dia seorang janda maka ia tidak suka pernikahan itu, kemudian datang kepada Rasulullah maka Rasulullah menolak pernikahannya (HR. Al Jama'ah kecuali Muslim).

Dari Ibnu Abbas RA, "Sesungguhnya ada seorang wanita (gadis) datang kepada Rasulullah kemudian menceritakan bahwa ayahnya telah menikahkan dia, tetapi dia tidak suka (pernikahan itu), maka Nabi SAW menyuruh dia untuk memilih (dilanjutkan atau tidak)." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah) 

Ini semua membuktikan bahwa sesungguhnya seorang ayah itu tak berbeda dengan lainnya di dalam wajibnya meminta ijin kepada wanita yang masih gadis dan pentingnya memperoleh persetujuan darinya.

Di dalam shahih Muslim disebutkan, wanita gadis itu dimintai persetujuannya oleh ayahnya."

Dari Aisyah ra, "Sesungguhnya ada seorang wanita gadis masuk ke rumahnya, lalu berkata,
" Sesungguhnya bapakku telah menikahkan aku dengan anak saudaranya (saudara sepupu) dengan maksud ingin mengangkat derajatnnya, tapi saya tidak suka." Aisyah berkata, "Duduklah hingga Nabi SAW datang," lalu aku memberitahu kepadanya kemudian Nabi mengirimkan utusan kepada ayahnya untuk didatangkan, lalu keputusan masalah ini diserahkan kepada anaknya. Anak itu berkata, "Wahai Rasulullah SAW sungguh engkau telah memberi kesempatan kepadaku terhadap apa yang dilakukan oleh ayahku, tetapi saya ingin tahu apakah diperbolehkan bagi kaum wanita untuk memutuskan sesuatu?" (HR. Nasa'i)

Hadits-hadits tersebut secara zhahir menunjukkan bahwa sesungguhnya meminta ijin wanita gadis atau janda itu merupakan syarat sah aqad. Sehingga apabila seorang ayah atau wali menikahkan wanita janda tanpa meminta ijin kepadanya maka akadnya batal dan ditolak, sehagaimana terdapat di dalam kisah Khansa binti Khaddam. Demikian juga berlaku pada wanita yang masih gadis ia berhak memilih menerima atau menolak. Maka akad juga menjadi batal sebagaimana kisah seorang gadis (di jaman Rasulullah SAW). 

Di antara keindahan syariat islam adalah, bahwa Islam memerintahkan kepada kita untuk meminta pendapat ibu dalam menikahkan anak wanitanya, sehingga pernikahan itu bisa berjalan dengan memperoleh ridha (persetujuan) dari semua pihak yang terkait.

Dari Ibnu Umar RA, sesungguhnya Nabi SAW bersabda,
" Ajaklah kaum wanita itu untuk bermusyawarah mengenai anak-anak wanitanya." (HR. Ahmad dan Abu Dawud) 

Apabila seorang ayah tidak berhak untuk menikahkan anak perempuannya dengan orang yang tidak disukai, maka merupakan kewajiban anak tersebut untuk tidak menikahkan dirinya kecuali dengan ijin ayahnya. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW, "Tidak ada (tidak sah) pernikahan kecuali dengan wali." (HR. Al Khamsah, kecuali Nasa'i)

Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya berpendapat bahwa diperbolehkan bagi seorang wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa seijin ayahnya atau walinya, dengan syarat suaminya itu sekufu dengan dia. Pendapat ini tidak ada landasan dari hadits.

Yang paling baik pernikahan itu harus melalui persetujuan ayah, ibu dan anaknya, sehingga tidak ada peluang untuk menjadi pembicaraan di sana sini atau menimbulkan permusuhan dan kebencian karena Allah SWT mensyariatkan pernikahan itu untuk memperoleh mawadah wa rahmah.

Idealnya seorang ayah memilihkan untuk anak putrinya lelaki shalih yang dapat membahagiakan semua pihak. Dan hendaknya yang menjadi perhatian utama adalah akhlaq dan agamanya, bukan materi dan harta. Juga hendaknya orang tua tidak mempersulit proses pernikahan apabila ada seseorang yang melamar anaknya.

Di dalam hadits Rasulullah SAW dikatakan, "Apabila datang kepadamu orang yang kamu ridhai akhlaq dan agamanya maka nikahkan ia (dengan putrimu), jika tidak kamu laksanakan maka akan terjadi fitnah di bumi ini dan kerusakan yang merata." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim) 

Dengan demikian maka Islam mengajarkan kepada setiap orang tua bahwa sesungguhnya anak wanita itu adalah "manusia" sebelum yang lainnya. Dia bukanlah benda mati yang diperjual-belikan atau ditukar dengan materi sebagaimana yang sering dilakukan oleh para orang tua di masa jahiliyah. 

Rasulullah SAW bersabda:

"Pernikahan yang paling besar berkahnya adalah yang paling ringan (mudah biayanya)." (HR. Ahmad)