Ikhlas adalah satu kata yang sangat mudah diucapkan oleh setiap
orang, termasuk orang munafik dan kafir sekalipun. Tetapi sejatinya kata inilah
yang paling berat dan paling sulit untuk direalisasikan. Terkadang para dai
mampu menjaga keikhlasan di awal perjalanan, tetapi di tengah jalan berbagai
macam ujian dan cobaan menghadangnya sehingga dia menjadi kendur, luntur dan
jatuh kecebur sumur riya’ dan ujub. Na’udzubillahi min dzaalik.
Akumulasi dari hati yang bersih dan akhlak yang terpuji menyatu
pada keikhlasan. Sementara, tanpa keikhlasan tidak ada lagi hati dan akhlak.
Hati kosong dan gersang menjadi sarang penyakit. Mulut berbusa mengeluarkan
kata-kata tanpa makna. Anggota badan bekerja bagai robot kasar tanpa rasa dan
hati. Sampai-sampai orang yang sekaliber Umar bin Abdul ‘Aziz r.a. pun sangat
takut akan penyakit riya’. Ketika ia berceramah kemudian muncul rasa takut dan
penyakit ujub, segera ia memotong ucapannya. Dan ketika menulis karya tulis dan
takut ujub, maka segera merobeknya. Lalu bagaimana mungkin seorang yang disebut
dai berceramah berlama-lama sementara panggilan adzan tidak dihiraukan dengan
alasan yang sepele: Tanggung! Ingat, “Kemudian datanglah setelah mereka,
pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikuti keinginannya (syahwat), maka
mereka kelak akan tersesat.” (Maryam:
59)
Keikhlasan merupakan mutiara teramat mahal yang harus dimiliki
setiap mukmin dan para dai. Mutiara yang harus senantiasa dibersihkan dari berbagai
macam kotoran dan debu. Apalagi bagi qiyadah dakwah. Jundiyah
muthi’ah (ketentaraan
yang taat) dan qiyadah mukhlishoh(kepemimpinan
yang ikhlas) itulah kedua pilar utama gerakan Islam. Keduanya harus berjalan
secara padu dan harmonis untuk meraih kesuksesan harakah dakwah di medan
kehidupan.
Keikhlasan membuat beban menjadi ringan, kesusahan menjadi
hiburan, musibah menjadi pembersih hati, penjara menjadi pesantren, pengusiran
menjadi rihlah gerakan, harta menjadi jalan kontribusi yang signifikan, dan kekuasaan
menjadi amanah perjuangan. Sungguh indah kata-kata mutiara Ibnu Taimiyah yang
diungkapkan secara jujur, “Penahananku adalah perenungan, pengusiranku adalah
tamasya, dan pembunuhanku adalah syahid.”
Buah Keikhlasan
Sesungguhnya pohon keikhlasan akan menghasilkan buah keikhlasan:
manis, indah, dan menyenangkan. Karena berasal dari pohon yang baik, akarnya
kuat dan kokoh sedangkan cabangnya menjulang ke langit, menghasilkan buahnya
setiap saat (Lihat surat Ibrahim: 24-25)
1. Sampai
pada hakekat Islam, yaitu penyerahan total pada Allah. Berkata Ibnul Qoyyim, “Meninggalkan
syahwat karena Allah adalah jalan paling selamat dari adzab Allah dan paling
sukses meraih rahmat Allah. Perbendaharaan Allah, perhiasan kebaikan, lezatnya
ketenangan, dan rindu pada Allah, senang dan damai dengan Allah tidak akan
diraih oleh hati yang di dalamnya ada sekutu selain Allah, walaupun dia ahli
ibadah, zuhud, dan ilmu. Karena Allah menolak menjadikan perbendaharaannya bagi
hati yang bersekutu dan cita-cita yang berserikat. Allah memberikan
perbendaharaan itu pada hati yang melihat kefakiran, kekayaan bersama Allah;
kekayaan, kefakiran tanpa Allah; kemuliaan, kelemahan tanpa Allah, kehinaan,
kemuliaan bersama Allah, kenikmatan, adzab tanpa Allah dan adzab adalah
kenikmatan bersama Allah.”
2. Selamat
dari cinta harta, kedudukan, dan popularitas. Dari Ka’ab bin Malik r.a., Rasulullah
saw. bersabda, “Tidaklah dua serigala lapar dikirim ke kambing lebih merusak
melebihi ambisi seseorang terhadap harta dan kedudukan.” (HR At-Tirmidzi).
Ka’ab bin Malik adalah seorang sahabat yang tidak ikut Perang Tabuk karena
bersantai-santai. Akibatnya dia mendapat hukuman yang berat, diboikot
Rasulullah saw. dan para sahabat selama 50 hari. Tapi dia jujur dan mengatakan
apa adanya pada Rasulullah saw., tidak seperti yang dilakukan oleh kaum
munafik. Pada saat kondisi sulit dan dunia terasa sempit, muncul tawaran suaka
politik dari Raja Ghasan. Ka’ab ikhlas menerima ujian itu dan menolak segala
tawaran politik Raja Ghasan dengan segala kemewahan dan popularitasnya. Dan dia
selamat, lebih dari itu peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur’an.
3. Bebas
dari perbuatan buruk dan keji. Nabi Yusuf a.s. adalah salah satu
contoh yang diselamatkan Allah swt. dari perbuatan keji dan mesum berkat
keikhlasan beliau (lihat surat Yusuf: 24).
4. Ikhlas
menjadikan amal dunia secara umum sebagai ibadah yang berpahala. Sesungguhnya banyak sekali amal umum
yang jika kita niatkan karena Allah maka akan berpahala. Memberi makan, nafkah,
dan menyalurkan hasrat seks pada istri, bersenda gurau dengan anak istri,
berolah raga, rekreasi yang sehat, makan dan minum secara umum. Dari Abu Dzar
r.a., sejumlah sahabat Rasulullah saw. berkata pada beliau, “Wahai Rasulullah
saw., para hartawan itu pergi dengan banyak pahala. Mereka mengerjakan shalat
sebagaimana kami shalat, mengerjakan puasa sebagaimana kami puasa, dan
bersedekah dengan kelebihan harta yang mereka miliki (sedang kami tidak
mampu).” Beliau bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan sesuatu untuk kalian
yang bisa kalian sedekahkan? Sesungguhnya setiap tasbih (Subhanallah) adalah
sedekah bagi kalian, setiap takbir (Allahu Akbar) sedekah bagi kalian, setiap
tahmid (Alhamdulillah) adalah sedekah bagi kalian, setiap tahlil (laa ilaaha
illallah) adalah sedekah bagi kalian. Amar ma’ruf adalah sedekah, nahi mungkar
sedekah, dan bersetubuh adalah sedekah pula.” Mereka bertanya, “Wahai
Rasulullah, apakah di antara kami apabila menyalurkan syahwatnya (kepada istri)
juga mendapat pahala?” Jawab beliau, “Tahukah kalian, jika dia menyalurkannya
pada yang haram (berzina), bukankah baginya ada dosa? Demikian pula jika ia
menyalurkannya pada yang halal, maka baginya berpahala.” (HR Bukhari dan
Muslim)
5. Keluar
dari setiap kesempitan. Kisah
tiga orang yang terjebak dalam gua bukanlah sekedar kisah pelipur lara atau
kisah pengantar tidur yang tanpa makna. Tiga orang yang mempersembahkan amalan
unggulannya: pertama, birrul walidain; kedua,
wafa terhadap pegawainya; dan ketiga, pengendalian syahwat yang luar biasa.
Keajaiban itu terjadi karena buah keikhlasan dan keajaiban itu dapat berulang
setiap saat, jika syaratnya terpenuhi: ikhlas.
Ada banyak sekali daftar kesempitan pada umat Islam. Kesempitan
kemiskinan, kekurangan pangan, lapangan kerja, fitnah teroris, korupsi, pejabat
yang culas, perzinahan dan pemerkosaan, mafia peradilan, premanisme dan banyak
lagi pernik-pernik kesempitan. Sehingga untuk keluar dari semua kesempitan itu,
dibutuhkan bukan hanya tiga orang yang ikhlas, tetapi sepuluh, seratus, seribu,
sejuta, sepuluh juta, seratus juta, dan bahkan lebih dari itu.
6. Kemenangan
dari tipu daya syetan. Diriwayatkan
dari Al-Hasan berkata, “Ada sebuah pohon yang disembah manusia selain Allah.
Maka seseorang mendatangi pohon tersebut dan berkata, ‘Saya akan tebang pohon
itu.’ Maka ia mendekati pohon tersebut untuk menebangnya sebagai bentuk
marahnya karena Allah. Maka syetan menemuinya dalam bentuk manusia dan berkata,
‘Engkau mau apa?’ Orang itu berkata, ‘Saya hendak menebang pohon ini karena
disembah selain Allah.’ Syetan berkata, ‘Jika engkau tidak menyembahnya, maka
bukankah orang lain yang menyembahnya tidak membahayakanmu?’ Berkata lelaki
itu, “Saya tetap akan menebangnya.’
Berkata syetan, ‘Maukah aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik
bagimu? Engkau tidak menebangnya dan engkau akan mendapatkan dua dinar setiap
hari. Jika engkau bangun pagi, engkau akan dapatkan di bawah bantalmu.’ Berkata
si lelaki itu, ‘Mungkinkah itu terjadi?’ Berkata syetan, ‘Saya yang
menjaminnya.’
Maka kembalilah lelaki itu, dan setiap pagi mendapatkan dua
dinar di bawah bantalnya. Pada suatu pagi ia tidak mendapatkan dua dinar di
bawah bantalnya, sehingga marah dan akan kembali menebang pohon. Syetan
menghadangnya dalam wujud aslinya dan berkata, ‘Engkau mau apa?’
Berkata lelaki itu, ‘Saya akan menebang pohon ini karena
disembah selain Allah.’ Berkata syetan, ‘Engkau berdusta, engkau akan melakukan
ini karena diputus jalan rezekimu.’ Tetapi lelaki itu memaksa akan menebangnya,
syetan memukulnya, mencekik dan hampir mati, kemudian berkata, ‘Tahukah kau
siapa saya?’ Maka ia memberitahukan bahwa dirinya adalah syetan.
Syetan berkata, ‘Engkau datang pada saat pertama, marah karena
Allah. Sehingga saya tidak mampu melawanmu. Oleh karena itu saya menipumu
dengan dua dinar. Dan engkau tertipu dan meninggalkannya. Dan pada saat engkau
tidak mendapatkan dua dinar, engkau datang dan marah karena dua dinar tersebut,
sehingga saya mampu mengalahkanmu.’”
7. Meraih
kecintaan Allah. Ketika
orang beriman beribadah, baik ibadah yang wajib maupun sunnah, dan dilakukan
dengan ikhlas hanya karena Allah, pasti mereka meraih kecintaan Allah.
Merekalah kekasih-kekasih Allah. Disebutkan dalam hadits Al-Qudsyi, “Jika hamba-Ku senantiasa
mendekatkan diri pada-Ku dengan yang sunnah, maka Aku mencintainya.” (HR Al-Bukhari)
8. Meraih
kecintaan manusia. Ketika Allah sudah mencintai hamba-Nya, maka
seluruh makhluk dapat digerakkan untuk mencintai hamba tersebut. Rasulullah
saw. bersabda, “Jika Allah Ta’ala mencintai seorang hamba, Allah memanggil
Jibril, ‘Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia.’ Jibril pun
mencintai Fulan. Kemudian Jibril memanggil penduduk langit, ‘Sesungguhnya Allah
mencintai Fulan. Oleh karena itu cintailah Fulan.’ Maka penduduk langit
mencintai Fulan. Kemudian ditetapkan baginya penerimaan di bumi.” (Muttafaqun
‘alaihi).
9. Meraih
kemenangan di dunia dan pahala yang besar di akhirat (lihat surat Ash-Shaff: 10-13). Orang
beriman tentulah orang yang ikhlas dan berhak mendapat kemenangan dunia dan
pahala besar di akhirat kelak.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga keimanan kita, menjaga
keikhlasan kita dalam beribadah, berdakwah, dan berjihad. Amiin.